KONDISI KEAMANAN YANG MAKIN TIDAK KONDUSIF MALAH MENDONGKRAK KEBUTUHAN AKAN JASA KEAMANAN PROFESIONAL. SALAH SATU PEMAIN LAMA DI BISNIS INI YANG MENGALAMI PENINGKATAN ORDER ADALAH PT ESA GARDA PRATAMA.
Intuisi Adi boleh jadi sudah terasah baik. Maklum saja, Ketua VII Bidang Perhubungan BPD Hipmi Jaya itu
memang memiliki basic wirausaha. Melihat kebutuhan akan jasa keamanan yang terlatih dan profesional, Adi kemudian mendirikan PT Esa Garda Pratama (EGP) pada 1999.
Sedikit menilik sejarah, kala itu kondisi keamanan dalam negeri memang tidak kondusif pasca-aksi demonstrasi besar-besaran setahun sebelumnya. Namun, Adi menampik jika dikatakan bahwa usaha jasa keamanan berkembang di tengah kondisi keamanan yang kacau-balau. “Bukan berarti kami menari di atas penderitaan orang lain. Saya memanfaatkan peluang secara serius dan profesional,” ujar Adi.
Menurut Adi, ia membuka usaha jasa keamanan karena memang adanya need atau kebutuhan pasar yang meningkat. Maka, ia pun tak ragu-ragu menerjuni bisnis ini. Adi yakin dirinya memiliki kemampuan untuk menggeluti bisnis jasa keamanan. “Apalagi kalangan internal keluarga ada yang bekerja di Polri dan TNI. Jadi, mengapa tidak dimanfaatkan?” imbuh presiden direktur PT Esa Garda Pratama yang juga menjabat sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (Abujapi) ini.
Kala Adi mulai merintis usaha, bisnis jasa keamanan memang belum berkembang seperti sekarang. EGP memulai dengan melayani klien yang sifatnya personal, antara lain dengan menjaga rumah beberapa ekspatriat di kawasan elite di Jakarta. Namun, seiring berjalannya waktu, EGP mulai mengembangkan sayap dan melayani beberapa perusahaan besar. Sebut saja, di antaranya, Grup Aqua Danone, PT Adira Quantum Multi-finance, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan ASDP untuk seluruh pelabuhan wilayah timur. Adi mengungkapkan, “Kami sekarang sedang membangun brand image sebagai perusahaan di bidang keamanan berskala nasional.”
Setidaknya saat ini EGP telah memiliki sekitar 3.000 anggota (satpam) yang tersebar di seluruh Indonesia. Kasus peledakan born di dua hotel berskala internasional beberapa waktu lalu memang ikut mendongkrak permintaan jasa keamanan di EGP. Walau tidak bisa menjelaskan secara gamblang seberapa besar peningkatannya, tetapi Adi mengaku EGP cukup kewalahan menangani permintaan yang ada. Oleh karena itulah, proses perekrutan anggota EGP tidak pernah berhenti. “Makin negara tidak tenteram; maka order makin banyak.
Akibat kondisi keamanan yang tidak baik belakangan ini memang ada peningkatan order, tetapi soal angka sulit disebutkan. Namun, sebagai gambaran, kami sudah kewalahan,” jelas Adi. Ia juga menegaskan, “Sebaik-baiknya mencari rezeki di bisnis keamanan, Indonesia adalah tempatnya. Saya lebih asyik berbisnis di Indonesia ketimbang di negara lain seperti Malaysia, karena SDA dan SDM-nya cukup, bahkan lebih.”
YOHANA NOVIANTI H
WARTA EKONOMI NO. 16 / XXI / 10 – 23 AGUSTUS 2009